![]() |
Suasana Demonstrasi Mahasiswa Pada Mei 1998 di Gedung DPR/MPR |
"Saatnya, bangsa ini
merefleksi dan mengevaluasi demokrasi, apakah memberikan manfaat atau tidak
bagi rakyat,"
(Susilo Bambang Yudhoyono, 15 Jan 2013)
Perkembangan demokrasi dan tata pemerintahan di
Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari adanya reformasi 1998 yang
digerakkan oleh kekuatan mahasiswa saat itu. 5 (lima) agenda reformasi yang
menjadi misi perubahan menuju Indonesia yang lebih baik tersebut adalah
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Mengembalikan ABRI menjadi
kekuatan pertahanan keamanan semata dengan menghapus dwi fungsi ABRI (fungsi
pertahanan keamanan dan politik), pelaksanaan otonomi daerah, penegakan hukum,
dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Tiga agenda reformasi yang pertama sudah
menunjukkan perubahan yang signifikan. Pertama, UUD 1945 sudah diamandemen
sebanyak 4 kali untuk menata kehidupan berdemokrasi yang lebih baik seperti
kesempatan membentuk partai politik baru, pemilihan presiden, gubernur, bupati,
walikota secara langsung, payung bagi desentralisasi daerah, pembentukan dewan
perwakilan daerah, peningkatan anggaran pendidikan, dan sebagainya. Kedua, Dwi
fungsi ABRI sudah dihapuskan sehingga TNI dan POLRI tidak lagi menjadi kekuatan
politik penguasa tapi murni sebagai kekuatan pertahanan keamanan dalam dan luar
negeri. Ketiga, Otonomi daerah sudah dilakukan dimana saat ini Kabupaten/Kota
mempunyai wewenang mengatur administrasi dan kebijakan daerah dan juga
memanfaatkan sepenuhnya sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan
masyarakat setempat.
Hanya saja, masih ada 2 (dua) agenda besar yang
sampai saat ini belum mampu dilaksanakan dengan baik yakni penegakan hukum dan
penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN (clean and good governance). Ini
adalah pekerjaan rumah besar bagi bangsa ini karena tanpa penegakan hukum dan
penyelenggaraan Negara yang bebas KKN maka ketiga agenda reformasi yang sudah
dilakukan diawal tersebut hanya menjadi perubahan yang sifatnya administrative
namun tidak berimbas pada pemenuhan kesejahteraan rakyat.
Pasang Surut Kehidupan
Demokrasi di Indonesia
Setidaknya sudah lebih dari 4 (empat) kali
Indonesia mengalami perubahan bentuk demokrasi. Pada tahun 1945 – 1949
Indonesia menganut sistem Demokrasi Parlementer, selanjutnya pada tahun 1959 –
1965 Indonesia menganut sistem Demokrasi Terpimpin, pada tahun 1965 – 1988 atau
pada masa pemerintahan Soeharto kita menganur sistem Demokrasi Pancasila, dan tahun 1998 – sekarang sistem demokrasi Indonesia masih
dalam masa transisi.
Demokrasi yang dikembangkan pada masa
reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan
yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang
mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara
lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Semua sistem demokrasi yang dianut bagsa
ini sebenarnya mempunyai cita-cita yang sama yakni menegaskan kedaulatan
rakyat, namun perubahan sistem demokrasi yang terjadi tersebut belum mampu
memberikan kesejahteraan bagi rakyat. 3 syarat demokrasi yakni dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat ternyata tidak mampu terpenuhi. Pemilu sebagai
salah satu alat demokrasi ternyata hanya mampu memenuhi 2 syarat pertama: dari
rakyat dan oleh rakyat, namun output yang diharapkan yakni untuk rakyat
ternyata jauh panggang dari api.
Penurunan Kualitas Demokrasi
di Indonesia
Salah satu alat melihat kualitas kehidupan
berdemokrasi adalah Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). IDI menunjukkan tingkat
perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan aspek
Kebebasan Sipil (Civil Liberties), Hak-Hak Politik (Political Rights),
dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institution of Democracy). Untuk tahun
2010 nilai IDI yang merupakan agregat dari kinerja seluruh provinsi di Indonesia
sebesar 63,17 poin. Apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Nilai keseluruhan
ini membuktikan kinerja demokrasi di Indonesia belum memuaskan.
Nilai kumulatif itu disumbang oleh tiga aspek
demokrasi yang bervariasi. Aspek pertama adalah kategori baik dalam aspek
kebebasan sipil sebesar 82,53. Aspek kedua berupa kategori sedang pada aspek
lembaga demokrasi 63,11. Adapun kategori buruk adalah dalam aspek hak-hak
politik sebesar 47,87. Dibandingkan dengan IDI 2009 terjadi penurunan indeks
nasional sebesar 4,13 poin. Secara lebih rinci, bila dilihat distribusi indeks
dalam ketiga aspek, kebebasan sipil mengalami penurunan 4,45 poin, hak-hak
politik mengalami penurunan 6,73 poin, dan nilai indeks kelembagaan demokrasi
mengalami kenaikan sebesar 0,39 poin.
Penilaian Prinsip Good
Governance: Kualitas masih rendah
Kemitraan melalui Partnership Governance Index
(PGI) pada tahun 2008 melakuan survei terhadap 33 provinsi di tingkat provinsi
dengan melibatkan 6 prinsip good governance, yaitu participation, fairness, accountability, transparency, efficiency
dan effectiveness di empat arena,
yaitu pemerintah (political office),
birokrasi, masyarakat ekonomi dan masyarakat sipil. Secara umum rata-rata nilai
PGI di 33 provinsi adalah 5,11 dengan masing-masing skor rata-rata per arena
adalah 4,95 untuk pemerintah, 5,61 untuk birokrasi, 4,97 untuk masyarakat sipil
dan 4,79 untuk masyarakat ekonomi.
Berdasar dimensi prinsip good governance yang berkaitan dengan tingkat keterbukaan
pemerintah (Open Government), pemerintah
memperoleh skor 5,04 untuk partisipasi, 6,69 untuk akuntabilitas dan 4,26 untuk
transparansi. Sementara birokrasi memperoleh skor 3,78 untuk partisipasi, 6,55
untuk akuntabilitas dan 3,79 untuk transparansi. Di antara ketiga prinsip
tersebut, yang cenderung memperoleh skor kurang bagus adalah transparansi
sehingga menunjukkan bahwa tingkat transparansi pemerintah dan birokrasi
Indonesia senantiasa harus selalu ditingkatkan.
Sementara itu, skor akuntabilitas terlihat terbaik
di antara prinsip lain. Hal ini dikarenakan PGI hanya menggunakan indikator
akuntabilitas secara prosedural seperti audit BPK yang secara umum telah
dipatuhi oleh sebagian besar provinsi meskipun berada dalam kualitas cukup.
Skor Rata-rata Nasional PGI 2008
ARENA
|
Skor Total
|
PRINSIP
|
|||||
Partisipasi
|
Keadilan
|
Akuntabilitas
|
Transparansi
|
Efisiensi
|
Efektivitas
|
||
Pemerintah
(Eksekutif dan Legislatif)
|
4,95
|
5,04
|
2,10
|
6,69
|
4,26
|
4,91
|
6,55
|
Birokrasi
|
5,61
|
3,78
|
6,60
|
6,55
|
3,79
|
5,47
|
7,01
|
Masyarakat
Sipil
|
4,97
|
5,39
|
5,10
|
6,23
|
4,09
|
3,42
|
4,89
|
Masyarakat
Ekonomi
|
4,79
|
6,26
|
4,49
|
5,90
|
5,70
|
2,50
|
3,80
|
Indonesia Masuk Kategori
“Warning” Sebagai Negara Gagal
Survei
Failed State Index/FSI atau Index Negara Gagal
2012, yang dipublikasikan oleh Fund for Peace menetapkan Indonesia sebagai “warning” beresiko sebagai negara gagal. Indonesia memang menunjukkan perkembangan ke arah membaik apabila
dibandingkan FSI Index pada tahun 2011. Dalam survei tersebut Indonesia
menduduki peringkat ke-63 dari 177 negara yang sebelumnya pada tahun 2011
Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 177 negara.
Dalam
kategori tersebut, Indonesia masuk kategori negara-negara yang dalam bahaya
menuju negara gagal. Indonesia memang tidak sendiri, bahkan negara seperti Cina
dan India berada kelompok “warning”
seperti Indonesia di urutan 76 dan 78. Sedangkan negara Asia Tenggara yang
berada pada kelompok “warning” adalah
Filipina urutan 58 Malaysia urutan 111 sedangkan Thailand pada urutan 84.
Fund
for Peace mendasarkan penelitiannya berdasarkan 13 indikator yang merupakan
rincian dari kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial di negara tersebut.
Berdasarkan 13 indikator itu hasilnya dibagi menjadi 4 kriteria yakni
negara-negara yang masuk kategori Alert,
warning, moderate, dan sustainable. Negara-negara
yang masuk kategori Alert seperti Somalia, Congo, Sudan, Zimbabwe, Afganistan
dan untuk asia tenggara yang masuk kategori ini adalah Myanmar dan Timor Leste. ***